Bab 174 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Blog novel romantis kali ini akan memperkenalkan novel Kisah Pengantin Pengganti. Novel ini bergenre romantis dan sedang trend saat ini. Novel ini telah
dibaca oleh 3 Jutaan penikmat novel di Indonesia.
Oh iya, Blog novel romantis merupakan blog yang berisi novel novel romantis yang sedang trend saat ini. Kamu akan membaca
novel sepuasnya di sini, dan tentunya gratis atau tidak perlu pakai koin
seperti penyedia penyedia novel yang lainnya.
Novel ini terkenal dengan
alur ceritanya yang mampu mengobrak abrik emosi
pembaca, Saya yakin kamu akan suka novel ini seperti saya. Ok, Silahkan baca
Novel Romantis Pengantin Pengganti sekarang.
Novel Romantis Pengantin Pengganti Bab 174
Pofessor Lexa menghapus air matanya yang
terjatuh, "Itu adalah saat-saat paling berat dalam hidupku."
"Bersembunyi dari kalian, benar-benar
sangat menyiksaku," jelasnya lagi.
Carl mendekati Mamanya itu, memberikan
bahunya untuk menjadi sandaran menangis, "Mom cerirakan kepada kami jika
ada janji rahasia!"
Professor Lexa mengangkat kepalanya, menatapi
kedua putranya itu lalu mulai bercerita, "Saat itu kalian berdua masih
terlalu kecil untuk menghadapi bayangan hitam yang menaungi keluarga
kita."
"Terutama kau, bayi kecilku"
ujarnya lagi seraya menapuk wajah Carl, meski sudah besar tetap saja panggilan
kesayangannya itu tidak akan menghilang dari hatinya.
"Aku hanya wanita biasa, yang tidak
bisa menanggung semuanya. Menjaga nyawa kalian sementara harus menjaga nyawa
papa kalian dari jauh," jelasnya lagi.
"Mereka menyandera papa untuk
mengancam Mama?" tanya Carl.
Professor Lexa menganguk, "Ya sebagai
jaminan agar Mama mau menjalankan semua permintaan mereka," jawab
Professor Lexa.
"Pada saat itu, Mama berpikir rumah
sakit jiwa adalah satu-satunya tempat teraman untuk Leon. Tempat yang tidak
akan terpikir oleh mereka untuk di geledah," jelasnya lagi.
"Maafkan Mama karena tidak pernah
menjenguknmu, karena jika Mama melakukan itu. sama saja seperti Mama
menyerahkan nyawamu kepada mereka," ujarnya lagi.
"Mama akan benar-benar mati, jika
mereka mengambil kalian dan menjadikan kalian sandera juga."
Professor Lexa menoleh kepada Khansa,
"Dan kau, mirip sekali dengan Stephanie," ujarnya sembari mengambil
tangan Khansa dan menepuk-nepuk tangan mungil Khansa.
"Melihat dari apa Nyonya tahu aku
mirip dengan ibuku?" tanya Khansa penasaran.
"Alis itu, alis yang seperti pohon
Willow dan mata itu. semua itu adalah milik Stepahnie," jawab Professor
Lexa.
"Maafkan aku ... maafkan aku ...
karena tidak bisa melindungi ibumu," ujar Professor Lexa menangis lagi.
"Pada saat itu ibumu menyadari jika
banyak yang mengincar jurnal medis yang dia dan ayahmu tulis, setelah kematian
ayahmu, ibumu menyembunyikan jurnal medis pertama mereka. Namun, ini juga tak
bisa menyelamatkan nyawanya," cerita Professor Lexa lagi.
"Jika aku tidak patuh kepada mereka,
maka akan lebih banyak lagi orang-orang yang aku cintai akan hilang dengan
menyedihkan, dan aku tidak ingin itu terjadi," jelas Professor Lexa.
"Karena itu memilih berperan menjadi
orang jahat?" tanya Khansa.
Professor Lexa mengangguk, tiba-tiba saja
Khansa ikut menangis dan memeluk Mama mertuanya itu seraya berkata,
"Terima kasih Ma,karena sudah melindungi kami selama ini, meski dalam
diam."
"Jika bukan karena perlindungan
terbaik dari Mama, maka dalam perut ini tidak akan bayi ini, cucu Mama."
ujar Khansa.
Keduanya pun saling herpelukan lagi,
sementara Carl dan Leon terdiam. Dalam hati mereka merasa hancur, karena
membiarkan Mama mereka menanggung semuanya sendirian.
"Apa kaitan Tuan Finley dengan ini
semua?" tanya Leon.
"Dia yang memperdayai papamu sampai
bisa jatuh ke tangan mereka," jawab Professor Lexa.
"Ternyata selama bekerja dengan
Papamu, dia telah menghianatinya, menginginkan kekayaan papamu lalu
menjebaknya. keserakahannya telah menghancurkan kita semua," geram marah
Professeor Lexa.
"Kita bisa tenang sekarang, dia sudah
mati," ujar Carl.
"Mati?" tanya Professor Lexa.
"Ya tertembak," jawab Carl.
"Kau bisa menggunakan pistol?"
tanya heran Professor Lexa.
"Tentu saja bukan aku ... sepanjang
hidupku lebih banyak berkutat di lab, bagaiman mungkin bisa memakai
pistol," jelas Carl.
"Jika begitu siapa?" tanya
Khansa.
"Malaikatku," jawab Carl sembari
tersenyum.
Khansa menggelengkan kepalanya,
"Sepertinya kau sudah terlalu banyak membaca buku-buku medis, sehingga
otakmu itu menuntut beristirahat, bersenang-senang," ujar Khansa sembari
tertawa.
Khansa menoleh kepada Professor Lexa lalu
berkata, "Aku akan membawa Mama untuk beristirahat, jika kalian mau pulang
silahkan, aku akan menemani mama di sini".
"A-apa? Kau akan menginap?" tanya
Leon.
"Tentu saja, bayiku ingin mengenal
neneknya apa ada yang salah?" tanya Khansa.
Leon menggelengkan kepalanya, lalu Khansa
menarik tangan Professor Lexa, "Apa ada kamar untuku?"
"Tak perlu kamar lain, kau akan tidur
sekamar denganku," ujar Professor Lexa.
"Sepertinya itu akan
menyenangkan," ujar Khansa meninggalkan kakak beradik itu.
Carl dan Leon, sesaat terdiam, mereka
menyandarkan tubuh mereka di sofa sambil memejamkan mata, Carl pun berkata,
"Lalu kita harus bagaimana?"
Leon terdiam bersandar, masih memejamkan
matanya, terlihat seakaan sedang berpikir keras.
Rendra dan Emily juga mengalami hal yang
tak jauh berbeda. Di kediaman Kawindra kekakuan yang sama pun terjadi.
Rendra di ruang kerjanya, sedang serius
berbicara di sambungan ponselnya sambil membaca sebuah email. Itu adalah
tentang penyelidikan yang dia pinta tentang ibu Emily.
Emily sedang di kamar Nyonya Kawindra,
sedamg memijit-mijit kaki ibu mertuanya itu. Tiba-tiba Rendra mesuk, menatap
kearah ibunya lalu berkata kepada Emily.
"Sayang, bisakah kau keluar sebentar,
ada hal yg ingin aku bicarakan kepada ibu," ujar Rendra.
Emily menghentikan pijatan tangannya di
kaki Nyonya Kawindra, lalu dia pun berdiri dan berkata, "Ibu jangan tidur
terlalu malam."
Emily pun meninggalkan kamar, meninggalkan
ibu dan anak. Rendra duduk di sisi ranjang Nyonya Kawindra.
"Bu... mengapa ibu menyembunyikan
kebenarannya?" tanya Rendra.
"Ibu memaksa Ayah menikah dengan ibu,
meski tahu jika Ayah sudah memiliki tunangan waktu itu!?"
"Ibu memaksa Ayah sampai di titik Ayah
menyerah dan akhirnya bersedia menikahi ibu, dan meninggalkan ibu Emliy,"
ujarnya.
"Lalu mengapa ibu membenci Emily, dia
tidak berhutang apa-apa pada kita, tapi sebaliknya kitalah yang berhutang
banyak kepadanya," ujar Rendra sedikit sendu.
"Tanpa Ibu Emily, maka ayah tidak akan
ada bersama kita. Di malam pernikahan kalian, jika bukan ibu Emily yang
menyelamatkannya maka aku tidak akan lahir dari rahim ibu," jelas Rendra.
"Di malam pernikahan kalian, memang
betul Ayah pergi meninggalkan ibu. Tapi bukan untuk menemui ibunya Emily."
"Melainkan karena Ayah ingin
mengakhiri hidupnya, Tapi ibu Emily menghalangi, dan malah mencelakai diri
sendiri. Ayah merasa bersalah lalu menunggui sampai dia siuman."
"Jika wanita itu tidak mengancam Ayah,
maka ayah tidak akan kembali kepada Ibu, Dia mengancam akan membenci ayah
seumur hidup jika Ayah tidak kembali kepada ibu." jelas Rendra dengan
emosional.
"Seharusnya Emily yang membenci, bukan
ibu!" ujar Rendra lagi.
Rendra pun pergi meninggalkan kamar ibunya
itu, tidak langsung ke kama. Tapi, ingin sedikit mencari udara segar. Rendra
mengambil napas dalam-dalam, menenangkan hatinya agar bisa memandang wajah
istrinya.
Emily duduk di meja rias, membersihkan
wajahnya, menyisir rambutnya. Rendra masuk, menutup pintu namun, tetap berdiri
di pintu. Dia memandangi Emilynya yang cantik sedang tersenyum kepadanya. Emily
berdiri, mereka berdua saling menatap penuh arti.
Penutup
Bab 174 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Bab 174 selesai,
Bagaimana isinya? Saya yakin kamu menyukainya dan tak sabar untuk pindah ke Bab
berikutnya. Gass yah.
Oh iya, Ingat baca novel hanyalah hobi, tetap utamakan pekerjaan utama dan ibadah. Sekarang mari kita lanjut ke Bab 174 Novel Romantis Pengantin Pengganti. Klik navigasi Bab di bawah untuk melanjutkan.