Bab 173 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Blog novel romantis kali ini akan memperkenalkan novel Kisah Pengantin Pengganti. Novel ini bergenre romantis dan sedang trend saat ini. Novel ini telah
dibaca oleh 3 Jutaan penikmat novel di Indonesia.
Oh iya, Blog novel romantis merupakan blog yang berisi novel novel romantis yang sedang trend saat ini. Kamu akan membaca
novel sepuasnya di sini, dan tentunya gratis atau tidak perlu pakai koin
seperti penyedia penyedia novel yang lainnya.
Novel ini terkenal dengan
alur ceritanya yang mampu mengobrak abrik emosi
pembaca, Saya yakin kamu akan suka novel ini seperti saya. Ok, Silahkan baca
Novel Romantis Pengantin Pengganti sekarang.
Novel Romantis Pengantin Pengganti Bab 173
Khansa dengan lembutnya menawarkan
makanan-makanan ala Indonesia kepada Carl dan Professor Lexa. Dengan tidak
canggung dia menerimanya dengan senang hati.
Malah Carl dan Leon yang nampak terlihat
canggung, wajah professor Lexa nampak terlihat puas dan menyukai makanan khas
Indonesia itu.
Setelah selesai makan, pelayan mengantarkan
Bibi Fida dan Kakek Isvara ke kamar mereka. Khansa, Leon, carl dan Professor
Lexa duduk bersama di ruang keluarga.
Berbincang sebentar meski Khansa yang
banyak bertanya. Sementara Carl dan Leon hanya terdiam saja mendengarkan
pembicaraan mereka berdua.
“Nyonya, Papa mertuaku kebetulan sedang
sakit. Maukah memeriksanya sebentar?” tanya Khansa.
“Papa Mertua?" tanya professor Lexa
sembari menatap kearah Carl dan Leon.
'Apa Carl telah menemukannya? pikir
Professor Lexa.
“Tentu saja,” jawab Professor Lexa dengan
tersenyum.
Leon bangkit berdiri ingin menghalang,
Namun, carl menarik tangannya, seketika saja langkahnya pun terhenti. Khansa
memperhatikan hal ini, tapi merasa masih belum saatnya untuk berbicara.
Professor Lexa dibawa ke kamar Tuan besar
Sebastian, dengan perlahan melangkah dengan hati yang berdegup takut dan haru.
Darahnya terasa membeku ketika melihat yang terbaring di sana adalah suaminya.
Dia langsung saja memegang tangan suaminya itu dengan sedikt gemetar. Matanya
memerah menahan tangis.
'Kau selamat ujarnya dalam hati.
“Nyonya apa baik-baik saja?" tanya
Khansa.
“Aku ... aku hanya sedikit merasa
pusing," jawab sembarang Professor Lexa.
“Ah maaf jika begitu, sebaikanya tidak usah
memeriksa Papa mertuaku dulu," ujar Khansa.
Khansa membawa Professor Lexa duduk di
sofa, menyesap air putih dalam gelas. Melihat jika professor Lexa masih
gemetaran, dia pun berkata, “Nyonya sebaikanya pulang saja dan beristirahat.”
“Iya ... iya ..” jawab gugup Professor
Lexa.
Mereka semua mengantarnya ke depan rumah,
baru saja membuka pintu mobil, Professor Lexa berkata, “Apakah lain waktu aku
boleh datang lagi?”
“Tentu saja boleh, dengan senang
hati," jawab Khansa dengan ramah.
Begitu mobil yang membawa Professor Lexa
menghilang dari pandangan semuanya, Khansa menoleh kepada Loen dan Carl sambil
bersedekap lalu berkata, “Kalian ikut aku!”
Leon segera mendorong Carl agar pergi
mengikuti langkah landak kecilnya itu. Khansa berjalan kearah ruang keluarga,
lalu duduk dengan elegannya di sofa lalu berkata, “duduk!”
Carl dan Leon yang tadi berdiri langsung
saja patuh dan duduk, Carl berbisik kepada Leon, “Istrimu galak sekali.”
“Diam kau!” gumam jawab Leon.
“Apa ada yang bisa menjelaskan tadi itu ada
apa?" tanya Khansa.
“Apa?" tanya carl dengan terbata.
“Apa kalian pikir aku bodoh!?"
tanyanya sambil menancapkan garpu ke buah apel yang ada di atas meja.
Carl langsung menyikut Leon, lalu berkata
dengan bahasa mimik wajah agar Leon saja yang menjelaskan, lalu Leon menjawab
“Kau saja ... dia kan ibumu ..." ujarnya.
“Dia juga kan ibumu ...” ujar Carl dengan
sedikit tidak terima.
“Ibu tiri ...” jawab Leon lagi.
“Tetap saja dipanggil ibu kan?" jawab
carl tidak mau kalah.
“Kau!” ujar Khansa menunjuk carl dengan
pisau buah.
“jika kau tidak mau menjelaskan, maka
jangan harap bisa mengenal keponakanmu ini,” ancam Khansa sambil menunjuk ke
perutnya yang masih terlihat rata itu.
“kau juga ... jika tak mau bercerita. Maka
aku tidak akan mau makan buah-buahan ini,” ancam Khansa kepada Leon.
Akhirnya mereka berdua pun menceritakan
segalanya, Khansa berdiri lalu mulai menitikan air mata. Ternyata ini juga
tentang ibu dan ayahnya. Melihat Khansa menangis, lalu Leon pun segera berdiri
dan memeluknya.
“Jangan menangis, ada aku ... aku akan
selalu melindungimu," janji Leon.
“Jadi semua ini karena keserakahan satu
orang, dan karena jurnal-jurnal medis yang orangtuaku tulis?” ujar Khansa
terbata.
“Orang tuamua tidak bersalah sama sekali
ketika menulis jurnal itu, pastilah berpikir untuk kebaikan banyak umat, hanya
saja terselip manusia serakah dalam takdir mereka," hibur Leon.
Khansa mendorong tubuh Leon lalu berkata,
“Anta raku ke rumah Professor Lexa".
Carl dan Leon saling menatap, lalu Khansa
berkata “Tidak mau?”
Khansa menatapi kakak dan adik itu sambil
bersedekap, melihat jika landak kecilnya itu sudah menaikan satu alisnya maka
Leon segera saja menganggukan kepalanya, “Bayi di dalam perut landak kecilnya
itu jangan sampai juga merasakan kemarahan Mamanya".
Carl dan Leon segera pergi mengantar Khansa
ke rumah mama mertuanya itu, sesampainya di sana ketika Porfessor Lexa
membukakan pintu, terlihat kedua matanya sembab dan merah.
“Khansa ... kalian ...?” ujarnya terbata.
''Bolehkah kami masuk? Ada hal yang ingin
kami tanyakan?" ujar Khansa.
Sedikit terdiam, lalu professor Lexa
mempersilahkan masuk. Sesaat mereka duduk dalam keheningan, Khansa memberanikan
diri untuk menghancurkan keheningan diantara mereka dengan bertanya, “Nyonya
apakah kau adalah ibu tiri dari suamiku ini?"
Professor Lexa mengangguk lalu Khansa
bertanya lagi, “Dan apakah betul kau mengenal kedua orang tuaku?" tanya
Khansa lagi.
Sekali lagi Professor Lexa mengangguk,
Khansa bertanya lagi, “Bisakah kau menceritakan rahasia yang masih tersimpan
dari semua kajadian ini!”
Professor Lexa mengambil napas dalam-dalam,
lalu mulai bercerita. Pada saat itu mereka bertiga, disebut tiga serangkai,
Gala Quin, Amira dan dirinya. Mereka memiliki penelitian yang sangat hebat,
sampai ada seseorang datang menawarkan Kerjasama dengan Papanya Leon. Lalu
diputusakan jika Gala Quin akan menjadi ahli virus yang akan menjadi penanggung
jawab untuk proses Kerjasama itu.
Namun, semuanya jadi kacau ketika diketahui
jika Kerjasama itu adalah kedok untuk menjjadikan penelitian mereka sebagai
senjata biologis yang akan di perjualbelikan untuk memicu perang ekonomi. Tuan
besar Sebastian dan Gala Quin langsung saja menolak Kerjasama ini dan ingin
mengakhirinya. Tapi yan didapat adalah mereka malah memberi ancaman yang di
buktikan dengan kematian Amira.
Kematianya Nyonya besar Sebastian itu,
adalah sebuah konspirasi pembunuhan setara intelejen tingkat tinggi. Terencana
rapi dan tanpa jejak.
“A-aku tidak pernah menghianati
ibumu," jelasnya menatap kepada Leon.
“Orang lain akan mengatakan itu, tapi aku
tidak pernah menghianati ibumu," jelas Lexa.
“Aku memang mencintai Papamu, tapi tidak
pernah berpikir untuk merebutnya dari ibumu," jelas Professor Lexa lagi.
“Malam itu, Papapmu seperti orang yang
hilang akal. Terus saja memanggil mamamu dan mencari ke sana kemari. Papamu
mabuk berat saat itu, lalu aku membawanya ke rumahku," jelas Professor
Lexa lagi.
“Lalu ...?" Tanya Carl yang sama
penasarannya.
“Papamu salah mengira aku adalah Amira,
karena aku memakai baju piyama tidur yang pernah aku pinjam dari Amira,”
ceritanya lagi.
“D-dia menarikku ke kamar dan saat itu
melemparkanku ke atas ranjang, di pagi harinya ketika dia terbangun lalu dia
berkata jika dia akan bertanggung jawab, dia akan menikahiku," jelas
Professor Lexa.
“Kami tidak pernah berselingkuh. Namun,
semua orang menganggapnya kami berselingkuh, karena tak lama ibumu meninggal,
kami menikah," jelas Professor Lexa lagi.
"Lalu tentang alasan memasukankku ke
rumah sakit jiwa?" tanya Leon.
Penutup
Bab 173 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Bab 173 selesai,
Bagaimana isinya? Saya yakin kamu menyukainya dan tak sabar untuk pindah ke Bab
berikutnya. Gass yah.
Oh iya, Ingat baca novel hanyalah hobi, tetap utamakan pekerjaan utama dan ibadah. Sekarang mari kita lanjut ke Bab 173 Novel Romantis Pengantin Pengganti. Klik navigasi Bab di bawah untuk melanjutkan.