Bab 159 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Blog novel romantis kali ini akan memperkenalkan novel Kisah Pengantin Pengganti. Novel ini bergenre romantis dan sedang trend saat ini. Novel ini telah
dibaca oleh 3 Jutaan penikmat novel di Indonesia.
Oh iya, Blog novel romantis merupakan blog yang berisi novel novel romantis yang sedang trend saat ini. Kamu akan membaca
novel sepuasnya di sini, dan tentunya gratis atau tidak perlu pakai koin
seperti penyedia penyedia novel yang lainnya.
Novel ini terkenal dengan
alur ceritanya yang mampu mengobrak abrik emosi
pembaca, Saya yakin kamu akan suka novel ini seperti saya. Ok, Silahkan baca
Novel Romantis Pengantin Pengganti sekarang.
Novel Romantis Pengantin Pengganti Bab 159
"Tunggu dulu, mengapa menangis?"
tanya Rendra.
Emily hanya terdiam seraya menatap sendu
kepada suaminya itu lalu berkata, "Masuklah ke dalam, ibu sedang
menunggumu."
Khansa langsung menarik Emily pergi, hati Rendra
berkecamuk lagi, dia pun segera masuk ke rumah. Melangkah ke ruang tamu dan
melihat ibunya yang sedang duduk di kursi roda sembari menatapi kado yang
tergelatak di lantai.
"Bu," panggil Rendra.
Nyonya Kawindra menoleh kepada Rendra.
Namun, tidak berkata sepatah kata pun. Rendra membungkuk lalu mengambik kado
yang ada di lantai itu.
Dia mengambil dan meletakannya di pangkuan
ibunya itu, "Apakah harus sekejam ini kepadanya?" tanya Rendra.
"Kau telah memilih dia, jadi antara
kau dan ibu sudah tidak ada kaitan apa-apa lagi," jawab Nyonya Kawindra.
Rendra berdiri, menghela napas lalu
berkata, "Seperti kata Emily, ibu adalah tetap ibu kami. Tak peduli
seberapa besar ibu membenci kami."
"Selamat ulang tahun," ujar
Rendra sembari mencium tangan Nyonya kawindra lalu bergegas pergi.
Rendra masuk ke dalam mobil, mengeratkan
tangannya di setir mobil. Lalu melajukan mobilnya ke rumah Leon.
Sesampainya di sana tapi malah Emily dan
Khansa tidak ada. Rendra hanya melihat seseorang tidur di sofa sambil menutupi
wajahnya dengan majalah.
Rendra duduk di lantai, bersandar di sofa
sembari memejamkan matanya lalu berkata, "Leon, kau beruntung memiliki
landak kecil di sisimu, andaikan aku bisa memiliki keberanian seperti landakmu
itu untuk melawan semua yang menentang." Isi curhat Rendra dengan
tiba-tiba.
Carl menarik majalah yang menutupi wajahnya
lalu berkata, "Ya dia memang sangat beruntung,"
Rendra menoleh dan melihat itu bukanlah
Leon, "Astaga ..."
"siapa kau?" tanya Rendra
limbung.
Carl bangun dari posisi tidurnya,
"Panggil saja carl, Tuan kedua Sebastian." Jelasnya dengan bangga.
"Adik tiri Leon," gumam pelan
Rendra.
'Ada apa ini, bukankah mereka bermusuhan?'
pikir Rendra.
Leon masuk ke ruang keluarga itu, Rendra
menatapinya sembari bertanya dengan bahasa wajah. Tapi malah di jawab,
"Para istri tidak akan pulang."
"Apa?" ujar Rendra semakin
limbung.
“Ibumu membuat Emily menangis ... karena
itu saat ini Khansa sedang menghiburnya dan tidak akan pulang malam ini,"
jelas Leon sembari sedikit menendang kaki Rendra karena sedikit merasa kesal.
Rendra menoleh ke arah suara, Hansen dan
Simon yang beru saja masuk ke ruang tamu. Melihat jika di ruang tamu sudah
ramai, Hansen menyeletuk "Apa akan ada perlombaan bermain catur?"
Simon langsung saja menjitak kepala Hansen,
karena dia tidak bisa membaca aura dingin yang ditebarkan oleh Leon.
"Duduk!" perintah Leon kepada semuanya. Rendra yang masih merasa
bingung juga ikut duduk dengan patuh. Leon berdiri sembari bersedekap.
"Kau ... masa bekerjamu di perpanjang
untuk menggantikan aku, kali ini tanpa Gery," ujarnya kepada Simon.
"Dan kau, kali ini ikut aku,"
uajrnya kepada Hansen.
"Carl, aku ingin kau memasuki kelompok
ilmuwan hitam, Hansen akan menemanimu nanti," jelas Leon.
Rendra melihat semua sudah di beri tugas,
lalu malah berkata, "lalu bagaimana dengan aku?"
Leon menoleh lalu berkata, "Tamu tak
di undang,”
"Kalian ingin bermain apa, aku ikut
sepertinya itu akan seru?"
Leon berpikir sejenak, "Kau ikut
aku," ujarnya.
"Siap," ujar Rendra seraya
berdiri di sisi Leon.
"Carl dan Hansen akan pergi ke Italia.
Gery kau atur semuanya."
"Simon, wakilkan aku untuk menghadiri
beberapa pertemuan bisnis yang penting!"
"Dan kau ... ikut aku menjemput Nyonya
Sebastian," ujarnya kepada Rendra.
Kedua Tuan muda itu pun bergegas ke tempat
istri mereka menginap. Sementara Gery telah siap membagi tahu apa yang harus
mereka lakukan.
"Baiklah, apakah sudah bisa kita
mulai?" tanya Gerry seraya membenarkan kacamatanya.
Mereka bertiga mendengarkan Gery, seperti
murid yang sedang menyimak perkataan gurunya. Yang saat ini bicara adalah
asisten nomor satu Leon, terang saja mereka wajib menyimak. Bahkan Carl yang
seorang jenius sekali pun mau tak mau harus mendengarkan perkataan Gery.
Carl adalah orang yang mudah tertidur, Gery
melemparkan pena yang sedang dia pegang kearahnya ketika melihat Tuan kedua
sebastian ini mulai mau sedikit menutup matanya, tertidur.
Carl terkejut dan mengembalikan
kesadarannya, bahkan meski sudah di lempar pulpen, Carl pun tidak berani marah,
lalu duduk tenang kembali menyimak.
Di dalam perjalanan menjemput istri, Leon
bertanya, "Apa kau masih belum bisa menaklukan ibumu?"
Rendra terdiam matanya tetap fokus
memperhatikan jalan. Namun, hatinya tengah bergejolak seperti laut yang baru
saja terkena badai.
"Kau beruntung wanita itu adalah
emily, jika wanita lain jangan harap mau berkompromi," ujar ringan Leon.
"Hei! Sejak kapan kau menjadi kebapak
rumahtanggaan seperti ini?" tanya heran Rendra.
"Aku adalah pria yang sudah menikah,
jadi wajar jika aku memperhatikan masalah yang ada di sekitar istriku,"
jawab lugas Leon.
"Yang pasti aku tidak akan membelamu,
jika nanti kau memancing murka landak kecilku," ujar Leon sembari sedikit
tertawa.
"Hissh ..." ujar Rendra sembari
tertawa juga.
Mereka tiba di hotel, kamar mereka sudah
diatur pesan agar berdekatan dengan kamar para istri. Begitu masuk Rendra
langsung menempelkan telinganya ke dinding.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
tanya Leon sembari menaikan satu alisnya.
"Ssst..." ujarnya.
"Apa kau sedang mencoba
menguping?" tanya Leon dengan heran.
"Iya ... tapi tidak terdengar
apa-apa?" jawabnya dengan nada kecewa.
"Hisssh ... kau ini kadang-kadang
pintar juga kadang-kadang bodoh," cibir Leon sembari menggelengkan kepala.
"A-aku hanya khawatir jika Emily
menangis lagi,” gumam pelannya.
Leon mengambil ponselnya, lalu menghubungi
Khansa dan berkata, "Jangan sampai Emily tahu," ujarnya sembari
memberikan ponselnya kepada Rendra.
"Apa?" jawab Khansa.
"Ini aku, Rendra," sapanya di
panggilan telpon itu.
"Apa dia masih menangis?" tanya
Rendra.
"Iya," jawab Khansa seakan itu
bukan sedang bicara dengan Rendra.
"Apa dia sudah makan?" tanya
rendra lagi.
"Jangan biarkan dia tidak makan,
ok!" pinta Rendra.
"Tentu saja sayang, kau jangan
khawatir Ok," jawab Khansa sambil memandangi Emily yang sedang
menatapinya.
Mendengar Khansa berkata sayang, barulah
Emily melepaskan pandangannya dari Khansa. Sementara Leon langsung merebut
ponsel yang ada di tangan Rendra.
"Sayang? Siapa yang kau panggil
sayang?" protes Leon.
'Oh ya Tuhan, kedua Tuan Muda ini sungguh
membuatku repot' ujar Khansa dalam hati.
"Sayang! Jika aku pulang nanti aku
akan mengijinkan kau melakukan hal yang kau suka dengan berlipat-lipat,
ok!" bujuk Khansa.
Mendengar hal yang di janjikan Khansa,
seketika saja daun telinga Leon memerah lalu berkata dengan nada gugup
bercampur senang, "Jika begitu aku akan menantikan itu dirumah."
Leon menutup sambungan ponselnya. Tapi,
masih saja melemparkan senyuman masam kepada Rendra.
"Hei ... apa salahku?" protes
baliknya kepada Leon.
"Kau tidur di sofa," ujar Leon
dengan tatapan dingin.
"Hissh ..." jawab Rendra dengan
nada pasrah.
Penutup
Bab 159 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Bab 159 selesai,
Bagaimana isinya? Saya yakin kamu menyukainya dan tak sabar untuk pindah ke Bab
berikutnya. Gass yah.
Oh iya, Ingat baca novel hanyalah hobi, tetap utamakan pekerjaan utama dan ibadah. Sekarang mari kita lanjut ke Bab 159 Novel Romantis Pengantin Pengganti. Klik navigasi Bab di bawah untuk melanjutkan.