Bab 93 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Blog novel romantis kali ini akan memperkenalkan novel Kisah Pengantin Pengganti. Novel ini bergenre romantis dan sedang trend saat ini. Novel ini telah
dibaca oleh 3 Jutaan penikmat novel di Indonesia.
Oh iya, Blog novel romantis merupakan blog yang berisi novel novel romantis yang sedang trend saat ini. Kamu akan membaca
novel sepuasnya di sini, dan tentunya gratis atau tidak perlu pakai koin
seperti penyedia penyedia novel yang lainnya.
Novel ini terkenal dengan
alur ceritanya yang mampu mengobrak abrik emosi
pembaca, Saya yakin kamu akan suka novel ini seperti saya. Ok, Silahkan baca
Novel Romantis Pengantin Pengganti sekarang.
Novel Romantis Pengantin Pengganti Bab 93
"Apa kau memiliki tujuan khusus
memberikanku hadiah ikat pinggang ini?" tanya Leon.
Khansa segera menarik tangannya dari
pinggang kuat Leon, waktu itu dia teringat pinggang kuat Leon, dan dengan
impulsifnya langsung saja membeli ikat pinggang ini sebagai hadiah.
"Itu ." Khansa bingung untuk
menjawabnya.
"Apa kau ingin mengikatku erat-erat?"
tanya Leon sekaligus menggombali Khansa.
"Salah !" jawab Khansa dengan
nada arogan.
"Jadi karena apa?" tanya Leon.
Khansa berjinjit lalu berbisik, "Itu
artinya hanya aku yang boleh membuka sabuk ikat pinggangmu!"
Binar mata Leon menyiratkan penuh nafsu,
mencium wangi aroma tubuh Khansa yang sudah dia rindukan, Leon dengan cepat
merangkulkan kedua tangannya ke pinggang khansa, lalu mendorong Khansa ke
ranjang besar mereka, lalu menguncinya dengan satu kakinya.
"Perintah dari Nyonya Sebastian, maka
aku akan patuh!" janji Leon.
Khansa terbaring di ranjang, Leon
mengulurkan tangannya, membuka cadar Khansa dengan perlahan. Khansa masih
sangat mudah, kulitnya masih terlihat bercahaya dan kenyal, kecantikannya
terlalu indah, membuat Leon tak tega jika ingin menodainya, namun Leon ingin
memilikinya.
Dengan masih terbaring, Khansa tersenyum
lalu mengangkat kepalanya dan mencium pipi Leon seraya memujinya, " Tuan
Sebastian sungguh patuh."
Mendapatkan kecupan di pipi dengan
tiba-tiba, Leon membelai wajah Khansa lalu menundukan kepalanya dan mencium
bibir Khansa yang berwarna merah ranum tersebut.
Leon melepaskan tautan bibirnya, ketika
merasa Khansa sudah mulai kesulitan bernapas. Dengan napas tersengal, Khansa
merasa sangat menyukai wajah tampan yang sedang memandanginya ini.
Merasa malu, Khansa malah menutupi wajahnya
dengan kedua tangannya, Leon menarik kedua tangan Khansa, "Kenapa? Apa
beberapa hari tidak bertemu kau tidak merasa rindu?"
"Tuan Sebastian, kau yang seperti ini,
sedikit membuatku takut," jawab Khansa.
"Jika takut maka tutup matamu!"
ujar Leon.
Tubuh Khansa gemetar, dan dengan cepat
menutup kedua matanya. Leon menarik tubuh Khansa masuk dalam pelukannya, lalu
Leon berbaring di ranjang, dan memposisikan tubuh Khansa berbaring diatas
tubuhnya.
"Jika kau takut kau bisa turun dari
tubuhku kapan saja," ujar Leon.
Khansa ingin bangun dari atas tubuh Leon,
namun Leon malah menariknya kembali. Pada saat itu, jimat yang Nenek Sebastian
berukan terjatuh di ranjang besar mereka. Tadi,ketika sedang memandangi tas
jimat Itu lagi, Khansa memasukan asal jimat itu ke kantong yang ada di gaunnya,
yang dibuat di sisi kanan gaun.
Leon langsung saja mengalihkan perhatian
Khansa, "apa ini?"
"Jimat dari nenek," jawab Khansa.
Leon mengambilnya dan memperhatikan, ini
sedikit berbeda dengan yang Nenek Sebastian berikan waktu itu. Jimat yang
diberikan sebelum Leon menikah.
Berpikir jika waktu itu yang diberikan
kepadanya adalah jimat agar dirinya segera menikah, jadi kali ini Leon berpikir
ini sudah pasti jimat untuk segera memiliki bayi.
"Apakah ini jimat untuk mendapatkan
bayi?" tanya Leon seraya tersenyum tampan.
"Nenek membawakan ini setelah berdoa
lama," jawab Khansa.
"Jika begitu simpan baik-baik,"
ujar Leon.
"Ya, jawab Khansa sambari tersenyum
senang.
Khansa begerak sedikit ingin menyimpan
jimatnya, namun tangan besar Leon menahannya lagi, tiba-tiba saja wajah Leon
mendekat dan mendaratkan bibirnya lagi di bibir Khansa.
Berhari-hari tak bertemu mana rela jika
hanya menciumnya satu kali saja. Leon memeluki erat tubuh Khansa yang lemah
lembut ini.
Leon membelai lembut puncak kepala istri
kecilnya itu, lalu bertanya lagi, "Apa kau benar-benar tidak
merindukanku?"
"Hei! Sejak kapan kau menjadi polisi,
pandai sekali menginterogasi orang," jawab Khansa.
"Atau jangan-jangan selain pandai
menginterogasi kau juga pandai mengintai?" ujar Khansa.
Mendengar sangkaan Khansa, langsung saja
Leon terbatuk-batuk, "K-kau mengapa berpikir seperti itu," jawab Leon
mengalihkan pikiran Khansa.
"Tidak apa-apa, hanya iseng berpikir
saja," jawab ringan Khansa.
"Jangan berpikir macam-macam, lebih
baik pikirkan satu macam saja!" tukas Leon.
"Apa?" tanya Khansa.
"Aku!" jawab Leon tertawa senang.
"Hiiish ...” ujar Khansa sembari
mencubit pinggang kuat Leon.
Leon malah balik mencubit, menggelitiki
pinggang ramping Khansa, "Ah ya Tuhan! Tuan Muda sebastian mengapa kau
nakal sekali.
"Sudah aku katakan bukan! Aku seperti
ini hanya padamu," bisik Leon seraya menggigit lembut daun telinga Khansa.
Keduanya malah saling bergumul di ranjang,
beradu gelitik di pinggang, berlomba siapa yang berhasil mengelitiki paling
banyak.
"Ah ... ampun ... ampun," teriak
Khansa.
Leon pun menghentikan gerakannya,
memandangi wajah Khansa yang memerah sambil mengatur nafasnya yang tersengal,
tak bisa menahan diri, Leon pun mendaratkan bibirnya lagi di kening, turun ke
hidung, lalu mengecup-ngecup bibir Khansa agak lama dan mulai turun ke tulang
selangka khansa, lalu Leon dengan perlahan menurunkan kepalanya ke dada Khansa.
Dengan tangan mungilnya, Khansa memegangi
kepala Leon, lalu sedikit menarik rambut Leon yang terasa halus di tangan.
"Aah ... Tuan Sebastian," panggil
Khansa dengan suara lembut menggoda.
"Nyonya Sebastian," panggil
lembut Leon juga.
Tok! Tok!, terdengar suara ketukan di depan
pintu, Paman Indra memanggil mereka untuk makan malam.
"Tuan! Nenek Sebastian telah menunggu
Tuan dan Nyonya Muda untuk makan malam," ujar Paman Indra.
Leon langsung mengangkat kepalanya, lalu
mengusap-usap tengkuk lehernya, "hiish” gumamnya seraya menatap ke arah
pintu.
"Ayo! jangan buat nenek menunggu.
A-aku juga sudah lapar," ujar Khansa tergugup.
Leon pun bangkit dari atas tubuh Khansa,
dengan cepat Khansa turun dari ranjangnya, mengambil cadarnya lalu memakainya
dan segera turun untuk makan malam. Sementara Leon masih terduduk di ranjang
besar mereka, memikirkan betapa sial nasibnya malam ini.
Tak ingin membuat dua kesayangannya
menunggu lama, Leon pun segera saja turun untuk ikut bergabung, makan malam
bersama.
Keesokan paginya, Khansa dibangunkan oleh
suara dering ponselnya, dengan tangan kecil imutnya Khansa pun meraih ponselnya
yang diatas nakas lalu menjawabnya, "Halo,"
Terdengar suara manis di telinga Khansa,
suara yang sangat Khansa kenal, "Halo! Ini aku, Yenny."
Khansa membuka kedua matanya, lalu bangkit
dari ranjang dan melangkah ke jendela kamarnya, berdiri sambil menyibak tirai
kain putih tipis untuk melihat sinar matahari dengan lebih jelas.
Rasa kantuk di kedua matanya tiba-tiba
menghilang, Khansa pun tersenyum menyeringai, lalu menyapanya "Yenny! Kau
sudah pulang."
"Ya! Aku sudah kembali, lama tak
bertemu. Sepuluh tahun tidak melihatmu, apa kau rindu aku?" tanya Yenny.
"Tentu saja, apa kau tahu ? selama
sepuluh tahun ini aku selalu memikirkanmu setiap hari, jawab Khansa.
"Tentu saja tahu!" jawab Yenny.
"Aku tahu suatu hari nanti kau akan
kembali, jadi karena itu aku selalu bekerja keras untuk menjadi lebih baik
lagi, agar aku bisa menjatuhkanmu sekali lagi ke neraka," ancam Yenny
Isvara.
Khansa pun tertawa dengan sedikit meledek
Yenny, "Aku tidak takut pada nerakamu! jawab tegas Khansa.
Penutup
Bab 93 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Bab 93 selesai, Bagaimana
isinya? Saya yakin kamu menyukainya dan tak sabar untuk pindah ke Bab
berikutnya. Gass yah.
Oh iya, Ingat baca novel hanyalah hobi, tetap utamakan pekerjaan utama dan ibadah. Sekarang mari kita lanjut ke Bab 93 Novel Romantis Pengantin Pengganti. Klik navigasi Bab di bawah untuk melanjutkan.