Bab 88 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Blog novel romantis kali ini akan memperkenalkan novel Kisah Pengantin Pengganti. Novel ini bergenre romantis dan sedang trend saat ini. Novel ini telah
dibaca oleh 3 Jutaan penikmat novel di Indonesia.
Oh iya, Blog novel romantis merupakan blog yang berisi novel novel romantis yang sedang trend saat ini. Kamu akan membaca
novel sepuasnya di sini, dan tentunya gratis atau tidak perlu pakai koin
seperti penyedia penyedia novel yang lainnya.
Novel ini terkenal dengan
alur ceritanya yang mampu mengobrak abrik emosi
pembaca, Saya yakin kamu akan suka novel ini seperti saya. Ok, Silahkan baca
Novel Romantis Pengantin Pengganti sekarang.
Novel Romantis Pengantin Pengganti Bab 88
Ketika sampai di kediaman Isvara, gerimis
datang mengundang angin. Khansa membuka pintu mobil lalu turun dari mobilnya,
Khansa berdiri dengan tenang memandangi kediaman isvara, khansa terlihat cantik
dibawah temaran cahaya lampu dan angin yang membuat gaun dan rambutnya sedikit
melambai ketika angin meniup-niupnya.
Dari dalam mobil, Hansen dan Leon
mengamati, "tutup matamu!" perintah Leon kepada Hansen.
"Kenapa?" tanya Hansen membantah.
"Jika kau tidak menutupnya, maka dalam
beberapa hari tiket ke Afrika akan datang kerumahmu!" ancam Leon.
Hansen pun langsung memejamkan matanya,
dalam hati berkata jika pasti Leon tidak ingin pria lain menikmati keindahan
dan kecantikan istri kecilnya itu.
Leon masih tidak berkedip menatapi istri
kecilnya itu. Mungil, cerdas dan bernyali besar. Dalam hati Leon merasa jika
Khansa benar-benar pantas mendampingi dirinya. Yang hampir menandingi
kepintarannya dalam berstartegi.
"Kecil-kecil cabe rawit!" puji
Leon.
"Sjapa? Apakah itu julukan untuk kakak
ipar?" tanya Hansen. "Cabe rawit?" tanya Hansen lagi. "Diam
...atau..." belum sempat melanjutkan ancamannya, Hansen sudah menjawabnya
lebih dulu.
"Atau kakak akan mengirm aku ke Afrika
bukan?" ujarnya.
"Nah! Itu sudah tahu, jadi jangan
berisik lagi," tukas Leon.
"Ya, ya diam ya diam saja, apa
susahnya!" jawab kesal Hansen sambil bersedekap lalu menyenderkan tubuhnya
ke kursi dengan posisi santai.
"Huh!" Hansen masih saja bergumam
sedikit tidak terima. Namun, tetap patuh memejamkan kedua matanya.
Leon menghela napas ketika melihat Khansa
mulai berjalan di koridor kediaman Isvara lalu masuk ke dalam sana. Pikiran
leon terbang kemana-mana, melihat sepertinya istri kecilnya itu sangat
menikmati bermain di luar tanpa dirinya.
"Apa dia merindukanku?" tanyanya
dalam hati.
"Kak! Apa aku sudah boleh membuka
mataku?" tanya Hansen.
Leon menoleh kepada Hansen, melihar betapa
patuhnya Hansen kepadanya, Leon pun menyeringai tertawa, "Bukalah,"
ujarnya.
"Akhirnya," ujar Hansen membuka
mata sambil membetulkan posisi duduknya.
"Apakah kita sudah akan pulang?"
tanya Hansen.
"Kakak ipar pasti akan tidur di sini
bukan? Di rumahnya, ujar Hansen.
"Jika kakak iparmu tidur di sini, maka
kita juga akan tidur di sini," jawab Leon.
"Apa? Di mobil kecil ini, kita akan
tidur di mobil kecil ini?" tanya Hansen dengan tidak percaya.
"Apa kau keberatan!?" tanya Leon
dengan nada mengintimidasi.
"Oh! Tentu tidak, ini sepertinya akan
sangat mengasyikan tidur di mobil seukuran bajay," gumam Hansen sambil
terbatuk-batuk.
Di dalam kediaman Isvara, di kamar terlihat
Maharani dan Fauzan masih terdengar berdebat.
Maharani masih tidak percaya kalau Fauzan
akan minta cerai dengannya, "Apa ini, kau benar-benar ingin menceraikan
aku!?"
"Ya,” jawab ringan Fauzan.
Fauzan pun mengatakan alasan mengapa mau
menceraikan Maharani itu semua adalah karena Maharani sudah merusak nama
baiknya serta membuat keluarga Isvara hampir bangkrut.
Maharani sangat marah dan tidak terima
alasan Fauzan, Maharani memandangi Fauzan dengan tatapan tidak percaya.
"Katakan sekali lagi!" ujar
Maharani kepada Fauzan.
Fauzan pun semakin mengeraskan suaranya,
"Perusahaan keluarga Isvara hancur di tanganmu, katakan jika sudah begini
untuk apa aku mempertahankanmu!" hardik Fauzan.
"Apa katamu, karena aku!" tukas
marah Maharani.
Maharani bangun dari ranjanngnya lalu
menaikan nada suaranya ketika berbicara kepada Fauzan, "Apa selama ini kau
tidak melihat pengorbananku di dalam membesarkan bisnis perusaahan dan keluarga
Isvara!"
Fauzan pun langsung menyindir Maharani,
"Pengorbanan katamu! Tidur dengan pria lain selain suamimu kau anggap itu
sebuah pengorbanan!?"
"Dasar j“lang," hina Fauzan
kepada Maharani.
Seketika saja air mata Maharani berjatuhan
mendengar hinaan dari suaminya itu. Maharani menjelaskan dengan gusar,
"bukankah dulu kau bilang tidak mempermasalahkan masa laluku?"
"Lalu sekarang mengapa mengungkit
tentang hal ini, hah!" ujar Maharani dengan suara gemetaran karena marah
dan menahan rasa sakit di tubuhnya.
Maharani berusaha menjelaskan, tapi Fauzan
tidak peduli lagi, "Cukup! Jangan beralasan lagi kau melakukannya demi
kelangsungan bisnis keluarga, kau melakukan itu karena egois, hanya karena
ingin tetap menyandang status Nyonya Isvara."
"Kau melakukannya karena tidak ingin
hidup miskin," tukas Fauzan lagi.
Maharani tertawa, lalu menangis dan kembali
tertawa seperti hampir gila saja, Maharani tahu kalau Fauzan selalu mencintai
Stephanie, ibu kandung Khansa.
"Habis manis sepah dibuang, kau
menceraikan aku karena melihat aku sudah tidak bermanfaat lagi untukmu bukan?
Dan jangan kau pikir aku tidak tahu, jika selama ini kau masih saja mencintai
Stephanie."
"Diam! Jangan sebut namanya dengan
mulut kotormu itu, kau sama sekali tidak pantas menyebut namanya!" tukas
marah Fauzan.
"Mengapa aku tidak boleh menyebut
namanya!" jawab marah Maharani lagi.
"Karena kau sangat murahan, dan dia
tidak. Dia terlalu bersih untuk bisa kau sebut namanya, dan kau benar-benar
tidak pantas menyebut namanya," jelas Fauzan lagi.
"Tidak ada gunanya lagi berbicara
denganmu, nanti tanda tangani saja surat perceraian kita."
Fauzan memaksa Maharani menyetujui
perceraian dan lalu keluar. Jihan datang menghampiri dan memohon pada Fauzan
agar membawa Maharani ke dokter.
"Ayah! Ibu terluka parah! Ayo kita
bawa ke rumah sakit!" pinta Jihan.
Mengetahui jika Jihan 11-12 dengan Maharani
maka Fauzan sekalian memarahi Jihan dengan habis-habisan.
"Lihatlah bagaimanana ibumu
memanjakanmu, sehingga menjadi bodoh seperti ini!" tukas Fauzan.
"Pantas saja Tuan Muda Ugraha
meninggalkanmu!" cibir Fauzan menghina Jihan.
"Benar-benar tidak berguna!" ujar
marah Fauzan lagi dengan bertubi-tubi.
"Ayah mana bisa begini! Jangan marah,
aku mohon Ayah bawa ibu ke rumah sakit!" pinta jihan lagi.
"Biarkan saja ibumu mati! Jangan
ganggu aku lagi!" tukas Fauzan seraya menghempaskan tangan Jihan yang
sedang menariknya.
Jihan pun akhirnya memilih segera masuk ke
kamar Maharani. Fauzan ingin pergi dan saat ini melihat Khansa yang berjalan
dengan anggun dan lemah lembut di koridor. Khansa terlihat ramping menggenakan
gaun yang terlihat sangat pas di tubuhnya.
Fauzan melihat mata Khansa yang terlihat
meneduhkan, walaupun memakai cadar namun tetap saja cadar itu tidak bisa
menyembunyikan kecantikannya. Ekspresi Fauzan terlihat sedikit sentimental.
Akhirnya Fauzan berbalik dan pergi, cahaya
lampu di punggungnya menyiratkan kerinduan dan rasa terluka.
Di dalam kamar Maharani, Jihan duduk di
sisi ranjang ibunya, Jihan menangis mengadu kepada maharani tentang perkataan
kasar Fauzan tadi ketika memarahinya.
"Bu! Apakah ayah akan menceraikan
ibu?" tanya Jihan dengan suara tercekat.
"Bagaimana Ayah bisa begitu kejam
kepada kita, lalu kita harus apa Bu?" tanya Jihan lagi.
Dalam hati Maharani bertekad, dia tidak akan
pernah bercerai dengan Fauzan, dia tidak akan meninggalkan keluarga isvara,
dirinya tidak akan menjadi sampah yang dengan gampang bisa dibuang.
"Tidak! Tidak akan, aku dan ayahmu
tidak akan pernah bercerai," jawab tegas Maharani.
Penutup
Bab 88 Novel Romantis Pengantin Pengganti
Bab 88 selesai, Bagaimana
isinya? Saya yakin kamu menyukainya dan tak sabar untuk pindah ke Bab
berikutnya. Gass yah.
Oh iya, Ingat baca novel hanyalah hobi, tetap utamakan pekerjaan utama dan ibadah. Sekarang mari kita lanjut ke Bab 88 Novel Romantis Pengantin Pengganti. Klik navigasi Bab di bawah untuk melanjutkan.